ABSTRAK
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah yang menjadi syarat perubahan surat dakwaan dan apa Akibat Hukum Surat Dakwaan Batal atau Surat Dakwaan dinyatakan tidak dapat diterima. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian yuridis normative dan dapat disimpulkan:
- Surat dakwaan dapat di ubah oleh Jaksa Penuntut Umum dalam hal – hal tertentu yang meliputi, kesalahan mencantumkan waktu dan tempat terjadinya delik dalam surat dakwaan. Perbaikan kata-kata atau redaksi sehingga mudah dimengerti dan dipahami serta di sesuaikan dengan perumusan perundang-undangan yang berlaku, dan perubahan dakwaan yang tunggal menjadi dakwaan alternatif asal saja perubahan itu merupakan perbuatan yang sama dengan demikian, perubahan Surat Dakwaan meliputi: waktu, materi dan tujuan.bahwa perubahan Surat Dakwaan dalam penerapan Kejaksaan adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 144 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menentukan 7 (tujuh) sebelum di mulai dipersidangkan perkara pidana umum.
- Akibat hukum dan surat dakwaan yang ditetapkan/di putuskan oleh Hakim sebagai surat dakwaan yang batal atau “batal demi hukum” atau “ dinyatakan tidak dapat diterima.Kata kunci: Dakwaan, batal, tidak dapat diterima.
Surat Dakwaan Batal Demi Hukum
Sebagaimana pernah dijelaskan dalam
Jika Ada Ketidaksesuaian Antara Dakwaan dan Tuntutan,
surat dakwaan adalah tuduhan dari Penuntut Umum kepada Terdakwa atas perbuatan Terdakwa sesuai dengan pasal-pasal yang ditentukan oleh undang-undang. Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia dalam waktu secepatnya membuat
surat dakwaan.
[1] Pada surat dakwaan, Penuntut Umum menjerat si Terdakwa, bisa dengan pasal tunggal atau dakwaan tunggal, yaitu melakukan tindak pidana satu pasal saja.
Dengan memperhatikan ketentuan undang-undang mengenai syarat-syarat surat dakwaan maupun pengalaman praktek, dapat dikatakan bahwa surat dakwaan adalah suatu surat atau akte (dalam bahasa Belanda disebut “acte van verwizing”) yang memuat uraian perbuatan atau fakta-fakta yang terjadi, uraian mana akan menggambarkan atau, menjelaskan unsur-unsur yuridis dari pasal-pasal tindak pidana (delik) yang dilanggar.
Pasal 143 KUHAP mengatur mengenai surat dakwaan yang berbunyi:
-
Penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan;
-
Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi:
-
nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka;
-
uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
-
Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum;
-
Turunan surat pelimpahan perkara beserta surat dakwaan disampaikan kepada tersangka atau kuasanya atau penasihat hukumnya dan penyidik, pada saat yang bersamaan dengan penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke pengadilan negeri.
Jadi menjawab pertanyaan Anda, surat dakwaan juga bisa batal demi hukum jika tidak memenuhi syarat materiil suatu surat dakwaan yaitu apabila tidak memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan (hal. 449) menjelaskan bahwa Pasal 143 ayat (3) KUHAP mengancam dengan tegas surat dakwaan yang tidak lengkap memuat syarat materiil dakwaan, mengakibatkan surat dakwaan “batal demi hukum”.
Jadi surat dakwaan yang tidak memenuhi syarat materiil adalah merupakan surat dakwaan yang
null and avoid atau
van rechtswege nietig. Namun demikian, sifat batal demi hukum yang ditentukan Pasal 143 ayat (3) KUHAP adalah
tidak murni secara mutlak. Masih diperlukan adanya pernyataan batal dari hakim yang memeriksa perkara, sehingga sifat surat dakwaan yang batal demi hukum, pada hakikatnya dalam praktik adalah dinyatakan batal atau
vernietig baar atau
annulment.
[3]
Agar keadaan yang batal demi hukum tersebut efektif dan formal benar-benar batal, diperlukan putusan pengadilan. Selama belum ada putusan pengadilan yang menyatakan surat dakwaan batal, surat dakwaan yang batal demi hukum tersebut secara formal masih tetap sah dijadikan landasan memeriksa dan mengadili terdakwa.
[4]
Dapatkah Surat Dakwan Diajukan Kembali Pada Sidang Pengadilan?
Apakah dengan adanya putusan yang menyatakan surat dakwaan batal demi hukum dapat berakibat hilangnya hak dan kewenangan penuntut umum untuk mengajukan perkara itu sekali lagi ke depan sidang pengadilan? Apakah di dalam putusan penetapan yang berisi pernyataan surat dakwaan batal demi hukum telah melekat unsur
nebis in idem sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 76
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”)?
[5]
Yahya berpendapat bahwa dalam putusan yang menyatakan surat dakwaan batal demi hukum, sama sekali belum melekat unsur
nebis in idem. Unsur
nebis in idem baru dapat dianggap melekat pada suatu perkara, mesti terpenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 76 KUHP, yakni:
[6]
-
-
-
Perkaranya telah diputus dan diadili dengan putusan “positif”.
Tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa telah diperiksa materi perkaranya di sidang pengadilan. Kemudian dari hasil pemeriksaan, hakim atau pengadilan telah menjatuhkan putusan.
-
-
-
Putusan yang dijatuhkan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Jadi agar dalam suatu perkara melekat unsur nebis in idem, mesti terdapat kedua syarat tersebut.
Putusan pengadilan yang bersifat putusan positif terhadap peristiwa pidana yang dilakukan dan didakwakan, dapat berupa:
[7]
-
Pemidanaan
-
Putusan pembebasan
-
Putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum.
Dengan demikian, putusan yang dijatuhkan pengadilan atas alasan pertimbangan surat dakwaan batal demi hukum sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 143 ayat (3) KUHAP, adalah putusan yang berada di luar jangkauan Pasal 76 KUHP. Ke dalam isi putusan yang menyatakan surat dakwaan batal demi hukum tidak akan pernah melekat unsur
nebis in idem, karena putusan itu sendiri sama sekali bukan menyangkut peristiwa pidana yang dilakukan terdakwa. Peristiwa pidana yang dilakukan terdakwa belum disentuh dalam putusan. Yang dipetimbangkan baru mengenai hal kelengkapan dan kesempurnaan surat dakwaan.
[8]
Terhadap surat dakwaan yang batal demi hukum dapat disimpukan bahwa:
[9]
-
Pada putusan pembatalan surat dakwaan tidak melekawat unsur nebis in idem;
-
Oleh karena itu jaksa berwenang untuk mengajukannya sekali lagi ke pemeriksaan sidang pengadilan dengan jalan:
-
Mengganti surat dakwaan yang lama, dan
-
Mengajukan surat dakwaan baru yang telah diperbaiki dan disempurnakan sedemikian rupa sehingga benar-benar memenuhi syarat surat dakwaan yang ditentukan Pasal 143 ayat (2) KUHAP.
-
Atas surat dakwaan baru yang disempurnakan tadi, pengadilan memeriksa dan memutus peristiwa pidana yang dilakukan dan didakwakan kepada diri terdakwa.
Jadi putusan pengadilan yang menyatakan dakwaan batal demi hukum, secara yuridis tidak menghilangkan kewenangan jaksa untuk mengajukan terdakwa kembali ke pemeriksaan sidang pengadilan.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
-
-
Referensi:
Harahap, Yahya. 2016. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika.
[3] Yahya Harahap, hal. 449
[4] Yahya Harahap, hal. 449
[5] Yahya Harahap, hal. 450
[6] Yahya Harahap, hal. 450
[7] Yahya Harahap, hal. 450
[8] Yahya Harahap, hal. 451
[9] Yahya Harahap, hal. 452
[10] Lex Crimen Vol. IV/No. 1/Jan-Mar/2015
[11] Hukumonline.com