PERLAKUAN TERHADAP SAKSI DAN KONSEKUANSINYA DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA

PERLAKUAN TERHADAP SAKSI DAN KONSEKUANSINYA DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA

Oleh : *Bernard Doni SS, SH, MM

(*Direktur LBH XVI GM FKPPI KALSEL dan JUSTITIA LAW FIRM & CO)

Pendahuluan

Latar Belakang Masalah

Ramai diberitakan diberbagai media cetak dan elektronik atas kejadian adanya operasi tertangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Direktorat Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah terhadap oknum Ketua DPRD, Wakil Ketua DPRD Kapuas, Kabid Dinas PU Kabupaten Kapuas, Bagian Keuangan Pemerintah Daerah Kapuas, dan beberapa anggota DPRD yang ditangkap maupun menyerahkan diri atas dugaan tindak pidana suap sekitar 2,3 milyar yang berkaitan dengan RAPBD Tahun 2015 Pemerintah Kabupaten Kapuas.

Operasi tertangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Direktorat Reskrimsus Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah tersebut berawal atas adanya laporan dari masyarakat sehingga Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah langsung melakukan penyelidikan dan ditemukan barang bukti sekitar Rp. 1.594.900.000 pada hari selasa tanggal 25 November 2014 dirumah Wakil Ketua DPRD Kapuas benisial TM, selanjutnya dilakukan pengembangan dan ditangkap masing masing yaitu Ketua DPRD Kapuas inisial MLS, Ketua Fraksi Gerindra inisial EB, Ketua Fraksi PAN inisial RSR dan Kabid Bina Marga Dinas PU Kabupaten Kapuas inisial E ditangkap dirumahnya.

Masyarakat tentu terhenyak dan bahkan tidak menyangka hal tersebut terjadi di era reformasi dimana penegakan hukum dilakukan secara ketat oleh para penegak hukum baik dari Kepolisian, Kejaksaan, bahwa oleh KPK yang dibantu juga oleh peran serta masyarakat guna memberikan dukungan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi yang telah mengakar kuat didalam sistem pemerintahan dan bernegara di Indonesia.

Didalam kehidupan bernegara peran serta masyarakat tersebut tercermin didalam Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana jo Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mana secara tersurat dalam hal terjadinya suatu tindak pidana maka masyarakat dapat membantu aparat penegak hukum didalam memberikan keterangan sebagai saksi atas suatu dugaan tindak pidana.

Belum lama juga atas kasus yang ramai diberitakan beberapa waktu lalu yakni kasus “kopi sianida”, dimana didalam pemberitaan media diberitakan Advokat yang akan melakukan pendampingan hukum tidak diberikan akses, termasuk masalah Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Sebenarnya masih banyak contoh kasus lain yang terjadi, namun 2 kasus diatas cukuplah diambil sebagai contoh yang dalam artikel kali ini akan kita beri batasan 3 pokok bahasan.

Batasan Masalah

  1. Adanya Tekanan terhadap Saksi oleh Penyidik.
  2. Saksi dilarang didampingi oleh Advokat/Penasihat Hukum.
  3. Saksi diperiksa tanpa batas waktu.

Uraian Pembahasan

Adanya Tekanan terhadap Saksi Oleh Penyidik

Pengertian Saksi sebagaimana ketentuan didalam  Pasal 1 angka 29 Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidik, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.

Pasal 116 KUHAP saksi dapat diperiksa secara tersendiri dan dapat dipertemukan dengan saksi yang lain dengan tetap memberikan keterangan yang sebenarnya.

Jadi setiap orang yang diperiksa atau memberikan keterangan di tingkat penyidikan haruslah bebas dari segala bentuk tekanan dari siapapun juga sebagaimana diatur di dalam Pasal 117 KUHAP.

Pasal 117 KUHAP (1) secara tepat telah memberikan batasan bagi penyidik agar seorang saksi itu dalam memberikan keterangan harus bebas dari tekanan dari siapapun juga dan dalam bentuk apapun. Sehingga setiap orang yang diminta menjadi saksi dalam suatu tindak pidana dapat memberikan keterangan yang sebagaimana ia dengar, lihat, dan ia alami sendiri dan bukan karena paksaan.

Dikalangan masyarakat ditemukan adanya ke engganan untuk menjadi saksi, sebab masyarakat malas untuk menjadi saksi karena ribet, adanya perlakuan yang tidak manusiawi, dan adanya ancaman keamanan bagi ia dan keluarganya.

Menurut pemberitaan para saksi yang pernah diminta keterangannya didalam perkara tindak pidana korupsi yang ramai di beberapa media lokal dan nasional beberapa minggu ini, mereka nampak sangat lelah, jengkel, dan merasa adanya intimidasi didalam mereka memberikan keterangan.

Mereka memberikan keterangan sebagai saksi sejak pagi sekitar pukul 09.00 Wib – pukul 23.30 Wib, sangat nampak mereka merasakan lelah dan kebosanan, belum lagi diintimidasi dengan kata-kata kasar dari penyidik bahkan diancam di naikkan status dari saksi menjadi tersangka.

Bahwa berdasarkan pengalaman orang-orang yang pernah diminta menjadi saksi dan pemberitaan yang menyatakan banyak terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh Penyidik didalam memeriksa saksi-saksi, maka dengan demikian banyak orang yang diminta kehadirannya/dipanggil oleh Penyidik dalam suatu tindak pidana mereka menunjuk Advokat untuk mendampingi mereka guna memberikan kesaksian di Penyidikan.

Namun hal tersebut malah menjadi masalah tersendiri bagi saksi yang datang kepada Penyidik dengan didampingi oleh Advokat, bahkan Penyidik terkesan “alergi” dengan kehadiran Advokat didalam pemeriksaan saksi nantinya. Penyidik ada yang memberikan alasan penolakan hadirnya Advokat didalam mendampingi pemeriksaan saksi dengan alasan didalam KUHAP tidak diwajibkan saksi didampingi oleh Advokat dan hanya Tersangka yang wajib didampingi oleh Advokat, lantas ada yang lebih ekstrim lagi ketika penyidik menyampaikan penolakan dengan “kasar/arogan” dengan etika yang tidak hormat baik terhadap saksi maupun Advokat yang hadir.

Tindakan yang Dilakukan Oleh Saksi dan Advokat

Bahwa tindakan untuk melindungi Saksi (Klien dari Advokat) dengan adanya perlakuan dan intimidasi oleh Penyidik yang mungkin terjadi terhadap diri seorang saksi, maka saksi dapat melakukan protes dengan cara:

  1. Tidak akan memberikan keterangan sebagai saksi karena saksi merasa adanya tekanan baik psikis maupun psikologis.
  2. Saksi meminta kepada Penyidik untuk menghentikan pemeriksaan, apabila Penyidik tidak memenuhi keinginan saksi untuk didampingi oleh Advokat.
  3. Menyampaikan kepada Penyidik bahwa saksi adalah orang yang wajib dilindungi sebab tanpa kesaksian dari saksi maka suatu perkara pidana tidak dapat dijalankan sesuai prosedur yang sah.
  4. Saksi menyampaikan kepada Penyidik bahwa saksi tidak mau dipengaruhi atau diarahkan guna memberatkan atau menjadikan seseorang menjadi Tersangka, bahkan menjadikan saksi sendiri yang menjadi Tersangka, sebab keterangan saksi adalah suatu alat bukti sehingga apa yang saksi dengar, saksi lihat, saksi alami sendiri itulah yang HARUS disampaikan oleh saksi didalam Berita Acara Pemeriksaan Saksi (BAP Saksi) BUKAN karena diarahkan oleh Penyidik jawabannya.

Saksi Dilarang Didampingi Oleh Advokat

Siapa itu Advokat

Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan ini (Undang-undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat pasal 1 angka 1).

Lalu apa sih yang dimaksud Jasa Hukum dari advokat itu? Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan oleh Advokat berupa konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien (pasal 1 angka 2 UUA). Kemudian yang dimaksud Klien didalam UUA tersebut adalah orang, badan hukum, atau lembaga lain yang menerima jasa hukum dari Advokat (pasal 1 angka 3 UUA).

Didalam UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat secara nyata dan terang dinyatakan bahwa Advokat adalah berstatus sebagai Penegak Hukum yang sejajar dengan Polisi, Jaksa dan Hakim. Advokat adalah salah satu catur wangsa guna menegakkan hukum dan keadilan yang dilindungi oleh Undang-undang dan Kode Etik didalam menjalankan profesinya.

Jadi secara nyata dan terang didalam peraturan perundangan dan kode etik yang berlaku, Advokat BUKAN hanya dapat mendampingi Tersangka didalam kasus tindak pidana namun DAPAT mendampingi Saksi atas suatu tindak pidana sebagaimana ketentuan didalam KUHAP maupun UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, sehingga “penolakan” Advokat oleh Penyidik adalah suatu “Pelanggaran Hukum” yang dapat mendatangkan konsekuensi secara hukum pula karena melanggar Hak Azasi Manusia yang dijamin oleh UUD.

Bahwa dalam hal Penyidik menyatakan didalam KUHAP tidak ada kewajiban Advokat untuk mendampingi Saksi, namun perlu diperhatikan ketentuan Pasal  1 angka 13, Pasal 1 angka 26 dan 27, Pasal 117 dan Pasal 118 KUHAP serta ketentuan Pasal 1 angka 1, 2 dan 3 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang secara tegas menyatakan Advokat sebagai salah satu penegak hukum didalam menjalankan profesinya demi kepentingan “Klien”. Kata kunci Klien inilah yang harus dimengerti oleh Penyidik didalam melakukan suatu pemeriksaan apakah seseorang itu sebagai saksi maupun tersangka HARUS lah didampingi oleh Advokat.

Tindakan yang Dapat Dilakukan Oleh Advokat

Advokat sebagai salah satu catur wangsa penegakan hukum dan keadilan, apabila menghadapi keadaan-keadaan diluar prosedur (out of procedure)  didalam menjalankan profesinya baik untuk mendampingi Tersangka ataupun dalam mendampingi Saksi, maka dapat melakukan hal sebagai berikut:

  1. Menyampaikan ke Penyidik bahwa sebagaimana ketentuan didalam Pasal 1 angka 13, Pasal 1 angka 26 dan 27, Pasal 117 dan Pasal 118 KUHAP serta ketentuan Pasal 1 angka 1, 2 dan 3 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat bahwa baik Tersangka maupun Saksi HARUS didampingi sebab itu merupakan perintah dari Undang-undang.
  2. Melakukan protes dengan tetap santun dengan etika profesi bahwa pemeriksaan agar ditunda apabila Penyidik tidak mengijinkan Advokat mendampingi Tersangka ataupun Saksi sebagai Klien.
  3. Melaporkan Penyidik karena tidak sesuai dengan ketentuan Undang-undang karena over kewenangan (arogan) kepada Bidang Wassidik, Bidang Propam, Bidang Irwas, atau kepada Atasan, Komnasham RI, dan LPSK.
  4. Advokat menjalankan tindakan hukum diatas asalkan berdasar itikad baik, tetap dilindungi oleh Undang-undang dan Kode Etik Profesi sebab hal tersebut adalah dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan bagi Klien.

Saksi Diperiksa Tanpa Batas Waktu

Bahwa sering dijumpai didalam praktek, bahwa pemeriksaan Saksi di tahap Penyidikan dilakukan dari pagi hingga malam hari hampir tengah malam. Saksi-saksi yang dipanggil untuk hadir guna memberikan keterangannya didepan penyidik, dapat dilakukan konforntir terhadap para Tersangka yang melakukan Tindak Pidana. Keadaan dimana para saksi dihadapkan denga para Tersangka sering kali dilakukan dalam waktu yang lama dan bahkan dengan cara yang kasar dengan disertai intimidasi.

Setelah Saksi mengalami keadaan yang tertekan dimana harus dihadapkan dengan Tersangka dan ditambah pula dengan intimidasi oleh Penyidik, barulah saksi tersebut mulai diperiksa berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Saksi (BAPS) yang lamanya bisa sampai tengah malam.

Bahwa keadaan lelah dan walaupun saksi diberikan kesempatan untuk istirahat makan dan sholat (bagi yang beragama Islam), namun karena saksi tidak diperbolehkan keluar ruangan dan dengan beban psikologis atas hal-hal yang sengaja ditekan kepada Saksi, sebenarnya hal ini lah yang menyebabkan Saksi merasa “luas biasa kelelahan”.

Namun apabila lamanya pemeriksaan saksi jika kita ambil contoh sederhana saksi datang pukul 09.00 wib – selesai pukul 23.30 wib didalamnya ada waktu konfrontir (belum BAP), setelah itu baru BAP dan ada waktu istirahat makan dan Ibadah maka total nya adalah 14 jam Saksi berada di ruangan Penyidikan. Kemudian kita bandingkan dengan jam kerja di perusahaan yaitu masuk kerja pukul 09.00 wib – pulang kerja pukul 17.00 wib, sehingga total adalah 8 (delapan) jam yang mana didalamnya ada waktu 30 menit hingga 1 jam untuk istirahat dan ibadah.

Sangat jelas bahwa karena didalam KUHAP dan peraturan lainnya belum adanya ketentuan yang mengatur berapa jam Saksi harus diperiksa, maka tidak salah kita ambil patokan 8 Jam kerja bagi perusahaan, sebab jam kerja para pekerja swasta lebih ketat dibandingkan jam kerja PNS yang hanya 5 hari kerja.

Dengan demikian perlindungan Saksi atas waktu pemeriksaan didalam memberikan keterangan di Penyidik seharusnya adalah 8 jam (maksimal), dan apabila belum cukup dapat diminta hadir kembali paling tidak dengan memberikan kesempatan untuk beristirahat bagi saksi tersebut. Maka secara jelas perlakuan terhadap Saksi yang diperiksan hampir 14 Jam adalah suatu tindakan tidak menghormati Hak Azasi dari Saksi dan justru melanggar Hak Azasi Saksi yang seharusnya dilundungi dan dihormati, sebab apakah Saksi LEBIH BURUK dari perlakuan terhadap Tersangka? Tentu tidak. Justru Saksi adalah sebuah “kunci” atas terjadinya tindak pidana dan sudah sepatutnya Penyidik berterimakasih kepada Saksi karena Saksi lah yang membantu Penyidik dalam mengungkap tindak pidana tersebut.

Penutup

Kesimpulan

  1. Adanya arahan disertai dengan tekanan (baik fisik dan/ psikis) terhadap Saksi oleh Penyidik adalah perlakuan yang menyimpang dan melanggar ketentuan hukum yang berlaku sebagaimana Pasal 1 angka 26 dan 27, Pasal 117 dan Pasal 118 KUHAP.
  2. Adanya penolakan yang dilakukan oleh Penyidik terhadap kehadiran Advokat didalam menjalankan profesinya baik mendampingi Saksi adalah merupakan perlakuan menyimpang dan melanggar Pasal 1 angka 13, Pasal 1 angka 26 dan 27, Pasal 117 dan Pasal 118 KUHAP serta ketentuan Pasal 1 angka 1, 2 dan 3 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
  3. Pemeriksaan yang dilakukan oleh Penyidik terhadap Saksi yang melebihi 8 jam adalah suatu hal yang dikategorikan merugikan hak-hak Saksi yang harus dilindungi sebagaimana undang-undang.

Saran

  1. Dalam melakukan pemeriksaan terhadap Saksi, Penyidik tidak boleh melakukan ancaman, intimidasi dan kata-kata kasar. Lakukanlah pemeriksaan sebagaimana ketentuan didalam KUHAP yaitu jawaban yang disampaikan oleh Saksi itulah yang kemudian dituangkan kedalam BAP Saksi BUKAN sebagaimana keinginan dari Penyidik. Dan apabila hal ini dilanggar berarti Penyidik telah melanggar ketentuan KUHAP dimana Keterangan Saksi sebagai Alat Bukti yang Sah adalah yang ia lihat, ia dengar dan ia alami sendiri.
  2. Dalam hal Saksi diperiksa dengan didampingi oleh Advokat, maka Penyidik tidak perlu “alergi” atas kehadiran Advokat guna melihat dan mengikuti pemeriksaan Kliennya. Sebab apabila Penyidik melakukan pemeriksaan sebagaimana prosedur yang benar sesuai KUHAP maka tidak ada hal penolakan terhadap Advokat didalam menjalankan profesinya sebagaimana dilindungi dan diatur Undang-undang.
  3. Pemeriksaan terhadap Saksi hendaknya harus diperhatikan lamanya Saksi itu diperiksa, sehingga Penyidik dapat memeriksa Saksi dengan perlakuan yang manusiawi yaitu 8 jam maksimal, agar tidak terjadi pelaggaran hak-hak dari Saksi dan pelanggaran terhadap hal-hal tersebut dapat menimbulkan konsekuensi hukum bagi Penyidik yaitu dapat dilaporkan ke Bidang Wassidik, Bidang Propam, Bidang Irwas, Ke Atasan, Komnas Ham RI, dan LPSK.

Referensi bacaan:

  1. UUD 1945
  2. KUHAP
  3. KUHP
  4. UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Kode Etik Advokat
  5. Hak dan Kewajiban yang mengikat terhadap Saksi didalam praktik persidangan Pidana, oleh Oktavianus Garry Rantuwene
  6. Tulisan “Urgensi Pendampingan Saksi oleh Advokat” ditulis oleh Bobby R Manalu
  7. Fungsionalisasi Hukum Pidana Formil bagi “pendampingan Saksi” (hak dan kewajiban Saksi) oleh Jefri S Harefa
  8. Hukumonline.com
  9. UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlidungan Saksi dan Korban

 

Dikutip dari pendapat penulis diatas*